Monolog Panggung: “Klik Itu Namanya Harapan” (Tentang Daftar GBOWIN)
Monolog Panggung: “Klik Itu Namanya Harapan” (Tentang Daftar GBOWIN)
Blog Article
Panggung gelap. Satu kursi kayu. Satu lampu sorot. Seorang pria berdiri dengan HP retak di tangan. Ia bicara pada dirinya sendiri... dan pada kita semua.
PRIA:
Hari ini aku bangun pagi. Bukan untuk kerja. Tapi karena aku mimpi… mimpi login,
mimpi menang.
Mimpi angka berputar, koin berjatuhan, dan suara… “Selamat!”
Tapi ya, seperti biasa, aku bangun dengan saldo kosong.
Dan tetap aja, aku buka browser.
Aku ketik: daftar GBOWIN.
PRIA (tersenyum miris):
Iya. Aku tahu itu bukan jalan keluar. Tapi kadang… itu satu-satunya pintu yang terbuka.
Kau tahu rasanya jadi pengangguran digital?
CV udah dikirim ke 70 perusahaan. Yang bales?
Spam promosi skincare.
Tapi GBOWIN?
Dia nggak pernah menolak.
Dia selalu bilang:
“Klik di sini. Mungkin kali ini kamu beruntung.”
PRIA (duduk di lantai):
Ibuku nggak tahu aku main.
Dia pikir aku kerja freelance dari HP.
Kadang aku juga bohong, biar dia tetap bisa tidur tenang.
Tapi entah kenapa… daftar GBOWIN itu rasanya kayak
mengisi formulir mimpi.
Nama: Aku
Harapan: 200 ribu buat bayar listrik
Alamat: Kamar kontrakan 2x3 meter yang dengerin setiap desah kecewaku
PRIA (berdiri, tegas):
Kau boleh bilang aku bodoh.
Kau boleh bilang aku cari yang instan.
Tapi hidup ini?
Lambatnya kayak loading sinyal di desa,
sementara tagihan datang seperti iklan pop-up—
mendadak, menyebalkan, dan tak bisa ditutup.
Jadi ya…
Aku daftar GBOWIN lagi.
Bukan karena yakin menang.
Tapi karena itu satu-satunya ruang yang masih membuatku merasa… hidup.
PRIA (menatap penonton, lirih):
Kadang… orang hanya ingin sedikit keajaiban.
Bukan uang miliaran.
Cukup sinyal bagus,
room yang ramah,
dan putaran yang berhenti di lambang petir emas itu.
Lampu padam. Sunyi.
Catatan Sutradara:
“Daftar GBOWIN” bukan hanya tindakan teknis, tapi simbol dari realitas sosial digital yang makin kompleks.
Ia bisa jadi candu. Bisa jadi celah. Bisa juga jadi cermin — tentang seberapa putus asa, seberapa berharap, dan seberapa manusia kita sebenarnya.